Fauzani Agitya Cahyantoro
09301244012
Refleksi kali ini diawali dengan pertanyaan mutakhir yaitu peranyaan
yang dibuat spontan oleh para Mahasiswa pada mata kuliah Filsafat Matematika. Pertanyaan
Mutakhir diawali dari saudara Ryan,”filsafat itu apakah selalu merenungkan?“
Segala sesuatunya itu berdimensi, mulai dari
merenungkan meenungkan itu psikologi berfikir atau berfilsafat. Lalu, jika
dimensinya kita turunkan merenungkan itu dalam kehidupan sehari-hari itu
seperti berkaca. Berkaca itu dalam pengertian yang maya. Kemudian dapat kita
turunkan lagi dimensinya adalah bertinju, bertinju itu merupakan bentuk
material dari merenung. Ada juga bermain musik, aku berjalan, itu semua masuk
pada katagori materialnya dalam merenung. Mari kita kita naikkan kembali
dimensinya. Nah, naik turunnya dimensi itu adalah segala yg ada dan yg mungkin
ada, itulah sejarah filsafat. Berbicara, menulis itu juga merenung.
Setinggi-tinggi orang merenung dapat diartikan berfikir. Kalau kita telaah
secara horisontal maka ada merenung intensif dan ekstensif. akan tetapi jika
kita naikkan dimensinya lagi terlebih-lebih masalah hatiseperti cinta, maka
hakekat cinta itu sebagian tidak dapat kita rasakan.
Bapak Marsigit beramanat,”janganlah mentangmentang anda berfilsafat
maka anda juga mengutak-atik masalah hati dengan berfikir, itu berbahaya.
Warning.” berdoa itu juga merenung. maka kehebatan filsafat itu adalah menembus
ruang dan waktu.
Selanjutnya, pertanyaan mutakhirdari saudara Jefri,” apakah dengan menyalurkan
amarah maka hati kita menjadi lega?”
Amarah itu yang ada dan yang
mungkin ada itu jika semuanya objek dalam berfikir. Pertanyaannya apakah amarah
sekarang ada dalam pikiranmu atau ada dalam hatimu? Karena kita profesional
maka kita akan mengatur ilmu amarah itu. jangan sekali-kali amarah ke dalam
hati, kecuali amarah karena Tuhan, wajib hukumnya. Kalau amarah di dalam
pikiran itu bagaimana menjelaskannya maka itu tergantung apa yang ada dalam
fikiran kita. Marah itu masuk kedalam psikologi. Nah, pada masyarakat awam
marah itu bisa berarti tawuran, konflik antar desa dan lain-lain.
Pertanyaan mutakhir dai saudari Hastin,”Apa unsur terpenting dari
pendidikan karakter?”
Karakter dapat diartikan sebagai dari siapa untuk siapa. Karakter setiap orang
itu lain itu berbeda karena itu karakter itu dapat dijelaskan secara parsial.
Karakter itu adalah sifat yg melekat pada diri objek. Contohny hijau adalah karakter
dari daun, krem adalah karakter dari tembok, cepat adalah karakter dari kereta.
Dalam filsafat,menjatuhkan karakter seseorang itu sama saja dengan jatuhnya
sebuah bom nuklir di Hiroshima. itulah yang menurut Aristoteles disebut sebagai
Anteseden.jangan memposisikan dirimu pasif, jadi jika engkau menjatuhkan
karaktermu, maka itu akan melemahkan potensimu. jadilah dirimu sendiri.
ketidakmauan menjatuhkan karakter itu adalah suatu rasa syukur. unsur utama
menjatuhkan org lain adalah adanya kuasa. sebagian org sering menjatuhkan
karakter. karakter itu awalnya adalah dari psikologi. Karakter itu adalah sifat
dan perbuatan. Kita harus mampu mengolah karakter. Maka sebenarnya hidup ini adalah
karakter, yaitu sifat yg melekat itu adalah suatu objek. padahal sifat yang ada
dan yangmungkin ada itu adalah subjek dan objek. sifat yg melekat kedalm fikiranmu
adalah pengetahuanmu, maka karakter itu adalah segala sesuatu yang ada dan yang
mungkin ada.
Dari Tri handayani,”Bagaimana jika hati dan pikiran kita bertentangan?”
Kritisilah hati anda dengan
pikiran, kemudian batasilah pikiran anda dengan hatimu. Karena pekerjaan hati
itu membatasi pikiranmu.
selanjutnya dari saudari Khilmi,”Bagaimanakah cara kita bersyukur
apabila kenyataan bertentangan dengan hati kita?”
Komponen dalam setiap manusia
itu terdapat fakta dan potensi. Ketahuilah bahwa setiap fakta itu adalah
potensi. Proses dari potensi menjadi fakta itu sendiri adalah suatu fakta dan
potensi. Sebenar-benarnya hidup ini adalah jarak antara potensi dengan fakta.
Potensi tidak akan pernah sama dengan fakta. Apalagi potensi dengan potensi.
filsafat itu peduli terhadap ruang dan waktu. Matematika itu benar jika engkau
fikirkan tetapi sudah salah jika dia engkau ucapkan. Matematika itu benar jika
konsisten, tapi dalam filsafat itu bukan masalah salah dan benar. hidup ini adalah
sebuah kontradiksi. Hanya Tuhan-lah sebenar-benarnya yang mempunyai nama, orang
itu hanya untuk berusaha menggapai namanya.
Seorang spiritualis berkata,”Aku sedang menyaksikan hiruk pikuk orang
berlalu lalang,tidak lebih nya mereka adalah mayat2 hidup yg berjalan”.
Orang yang sedang bersamanya menjawab,”Kenapaengkau bisa menyimpulkan
seperti itu wahai Spiritualis?”
Spiritualispun menjawab,”Karena melihat sebagian dari mereka itu
tiadalah doa didalam hati.”
Menurut kaum spiritualis jika engkau semenitpun tidak berdoa maka
engkau seperti mayat hidup. jadikanlah doamu itu selalu kontinu dalam keadaan
apapun. berfilsafat itu pola pikir, deajatnya lebih rendah dari spiritualis.
Seorang fisuf berkata,”Aku sedang menyaksikan hiruk pikuk orang berlalu-lalang,
akan tetapi sebagian mereka itu tidak lebihnya sepeti mayat2 yang hidup,
seorang yang bersamanya bertanya,”kenapa engkau bisa menyimpulkan
seperti itu wahai Filsuf?”
Filsufpun menjawab,”Karena sebagian dari mereka itu sebenar2nya tidak
berfikir.”
Pertanyaan
:
1.
Apakah
fisafat itu selalu menaikkan dan menurunkan dimensi pengertian seperti itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar