Minggu, 20 Januari 2013

Diakhiri dengan Percakapan seorang Spiritualis dan Filsuf


Fauzani Agitya Cahyantoro
09301244012

Refleksi kali ini diawali dengan pertanyaan mutakhir yaitu peranyaan yang dibuat spontan oleh para Mahasiswa pada mata kuliah Filsafat Matematika. Pertanyaan Mutakhir diawali dari saudara Ryan,”filsafat itu apakah selalu merenungkan?“
 Segala sesuatunya itu berdimensi, mulai dari merenungkan meenungkan itu psikologi berfikir atau berfilsafat. Lalu, jika dimensinya kita turunkan merenungkan itu dalam kehidupan sehari-hari itu seperti berkaca. Berkaca itu dalam pengertian yang maya. Kemudian dapat kita turunkan lagi dimensinya adalah bertinju, bertinju itu merupakan bentuk material dari merenung. Ada juga bermain musik, aku berjalan, itu semua masuk pada katagori materialnya dalam merenung. Mari kita kita naikkan kembali dimensinya. Nah, naik turunnya dimensi itu adalah segala yg ada dan yg mungkin ada, itulah sejarah filsafat. Berbicara, menulis itu juga merenung. Setinggi-tinggi orang merenung dapat diartikan berfikir. Kalau kita telaah secara horisontal maka ada merenung intensif dan ekstensif. akan tetapi jika kita naikkan dimensinya lagi terlebih-lebih masalah hatiseperti cinta, maka hakekat cinta itu sebagian tidak dapat kita rasakan.
Bapak Marsigit beramanat,”janganlah mentangmentang anda berfilsafat maka anda juga mengutak-atik masalah hati dengan berfikir, itu berbahaya. Warning.” berdoa itu juga merenung. maka kehebatan filsafat itu adalah menembus ruang dan waktu.
Selanjutnya, pertanyaan mutakhirdari saudara Jefri,” apakah dengan menyalurkan amarah maka hati kita menjadi lega?”
Amarah itu yang ada dan yang mungkin ada itu jika semuanya objek dalam berfikir. Pertanyaannya apakah amarah sekarang ada dalam pikiranmu atau ada dalam hatimu? Karena kita profesional maka kita akan mengatur ilmu amarah itu. jangan sekali-kali amarah ke dalam hati, kecuali amarah karena Tuhan, wajib hukumnya. Kalau amarah di dalam pikiran itu bagaimana menjelaskannya maka itu tergantung apa yang ada dalam fikiran kita. Marah itu masuk kedalam psikologi. Nah, pada masyarakat awam marah itu bisa berarti tawuran, konflik antar desa dan lain-lain.
Pertanyaan mutakhir dai saudari Hastin,”Apa unsur terpenting dari pendidikan karakter?”
Karakter dapat diartikan sebagai  dari siapa untuk siapa. Karakter setiap orang itu lain itu berbeda karena itu karakter itu dapat dijelaskan secara parsial. Karakter itu adalah sifat yg melekat pada diri objek. Contohny hijau adalah karakter dari daun, krem adalah karakter dari tembok, cepat adalah karakter dari kereta. Dalam filsafat,menjatuhkan karakter seseorang itu sama saja dengan jatuhnya sebuah bom nuklir di Hiroshima. itulah yang menurut Aristoteles disebut sebagai Anteseden.jangan memposisikan dirimu pasif, jadi jika engkau menjatuhkan karaktermu, maka itu akan melemahkan potensimu. jadilah dirimu sendiri. ketidakmauan menjatuhkan karakter itu adalah suatu rasa syukur. unsur utama menjatuhkan org lain adalah adanya kuasa. sebagian org sering menjatuhkan karakter. karakter itu awalnya adalah dari psikologi. Karakter itu adalah sifat dan perbuatan. Kita harus mampu mengolah karakter. Maka sebenarnya hidup ini adalah karakter, yaitu sifat yg melekat itu adalah suatu objek. padahal sifat yang ada dan yangmungkin ada itu adalah subjek dan objek. sifat yg melekat kedalm fikiranmu adalah pengetahuanmu, maka karakter itu adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.

Dari Tri handayani,”Bagaimana jika hati dan pikiran kita bertentangan?”
Kritisilah hati anda dengan pikiran, kemudian batasilah pikiran anda dengan hatimu. Karena pekerjaan hati itu membatasi pikiranmu.
selanjutnya dari saudari Khilmi,”Bagaimanakah cara kita bersyukur apabila kenyataan bertentangan dengan hati kita?”
Komponen dalam setiap manusia itu terdapat fakta dan potensi. Ketahuilah bahwa setiap fakta itu adalah potensi. Proses dari potensi menjadi fakta itu sendiri adalah suatu fakta dan potensi. Sebenar-benarnya hidup ini adalah jarak antara potensi dengan fakta. Potensi tidak akan pernah sama dengan fakta. Apalagi potensi dengan potensi. filsafat itu peduli terhadap ruang dan waktu. Matematika itu benar jika engkau fikirkan tetapi sudah salah jika dia engkau ucapkan. Matematika itu benar jika konsisten, tapi dalam filsafat itu bukan masalah salah dan benar. hidup ini adalah sebuah kontradiksi. Hanya Tuhan-lah sebenar-benarnya yang mempunyai nama, orang itu hanya untuk berusaha menggapai namanya.
Seorang spiritualis berkata,”Aku sedang menyaksikan hiruk pikuk orang berlalu lalang,tidak lebih nya mereka adalah mayat2 hidup yg berjalan”.
Orang yang sedang bersamanya menjawab,”Kenapaengkau bisa menyimpulkan seperti itu wahai Spiritualis?”
Spiritualispun menjawab,”Karena melihat sebagian dari mereka itu tiadalah doa didalam hati.”
Menurut kaum spiritualis jika engkau semenitpun tidak berdoa maka engkau seperti mayat hidup. jadikanlah doamu itu selalu kontinu dalam keadaan apapun. berfilsafat itu pola pikir, deajatnya lebih rendah dari spiritualis.
Seorang fisuf berkata,”Aku sedang menyaksikan hiruk pikuk orang berlalu-lalang, akan tetapi sebagian mereka itu tidak lebihnya sepeti mayat2 yang hidup,
seorang yang bersamanya bertanya,”kenapa engkau bisa menyimpulkan seperti itu wahai Filsuf?”
Filsufpun menjawab,”Karena sebagian dari mereka itu sebenar2nya tidak berfikir.”

Pertanyaan :
1.       Apakah fisafat itu selalu menaikkan dan menurunkan dimensi pengertian seperti itu?
2.       Apakah yang dapat kita simpulkan dari percakapan spiritualis denganfilsuf tentang mayat-mayat hidup?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar